Kamis, 10 November 2011

Hasil Penelitian : Padi Organik lebih tahan HAMA..

BOYOLALI, KOMPAS.com - Pemerintah Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, terus mengembangkan jenis padi organik, karena selain berasnya berkualitas, juga lebih tahan hama wereng batang coklat.

"Pengembangan produk pertanian padi organik menjadi perhatian Pemkab Boyolali, saat ini, dikembangkan di dua desa, yakni Catur, Kecamatan Sambi dan Dlingo, Mojosongo," kata penggiat pertanian Aris Purwanto, Senin (21/3/2011).

Selain pangsa pasar yang semakin terbuka, varietas organik ternyata lebih tahan penyakit seperti wereng batang coklat, dan rasanya lebih pulen dan tidak mudah basi.

Pengembangan produk pertanian organik yang baru dikembangkan dua desa di Boyolali tersebut terus akan diperluas. Produksi beras organik di Boyolali, saat ini, mencapai 80 hektare, dan rata rata sekitar 6,5 ton gabah kering panen (GKP) per hektar.

Pemasaran beras organik baru melayani kebutuhan lokal di seluruh Jawa, sedangkan pasar ekspor masih menunggu sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI).

Menurut dia, kelebihan lain beras organik, harganya sangat kompetitif dibanding dengan beras sejenis non organik, dan dapat mencapai selisih Rp 500 per kilogram.

"Sehingga, beras organik akan menguntungkan bagi petani, dan juga meringankan beban biaya produksi khususnya pestisida," katanya.

Menurut Anggota DPRD Boyolali Tugiman B, Semita, beras organik di daerah Boyolali sudah berkembang sejak 2007. Tetapi, pemasarannya belum menembus kelas ekspor, melainkan masih lokal.

Hal tersebut, menjadi tantangan bagi pemkab untuk dapat nembus ke luar negeri sebagai komoditas pangan higienis.

Menurut dia, pemeliharaan padi organik ini masih sebatas manual, yakni belum memanfaatkan mesin untuk mengolah pupuk organik.

Oleh karena itu, pihaknya berharap pemkab dapat memberikan fasilitas kepada petani mengembangkan pupuk organik. Sehingga, petani ke depan dapat memproduksi pupuk ramah lingkungan tersebut skala besar.

Bupati Boyolali Seno Samodro menyambut positif rencana pengembangan padi organik di Boyolali. Dukungan itu, ditunjukkan dengan perluasan lahan pertanian organik di dua desa tersebut.

Bupati mengakui merubah paradigma petani untuk menanam padi organik bukan hal yang mudah, tetapi pemkab akan gencar melakukan sosialisasi. 

Rabu, 09 November 2011

Mengapa Harus Konsumsi Beras Organik?

  • Bebas dari pupuk kimia.
  • Bebas dari racun pestisida.
  • Bebas dari bahan pengawet dan pemutih.
  • Bebas dari produk rekayasa genetika.
  • Dapat menstabilkan metabolisme dan memperbaiki sel-sel tubuh secara alami.
  • Menyelamatkan generasi penerus.
  • Memperpanjang usia dan kegairahan hidup.
  • Mencegah dari berbagai penyakit.
  • Mencegah kolesterol dalam tubuh.
  • urut melindungi kualitas air tanah
  • urut membantu perubahan iklim yang sehat
  • Turut membantu pencegahan pemanasan global.
  • Ditanam dari lahan pegunungan yang sejuk, jernih dan alami dengan sistem pengairan yang sehat

Beras Organik Tasik Tembus Pasar AS

Rabu, 26 Agustus 2009
Jakarta, (ANTARA News) - Wajah sumringah Uu Syaeful Bachri, petani padi dari Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, tak bisa lagi disembunyikan ketika dia mendapati beras organik produknya mampu menembus pasar Amerika Serikat.

Ketua Gabungan Kelompok Tani Simpatik itu, yang telah tujuh tahun merintis menanam padi organik dengan metode sistem rice of intensification (SRI) kini bisa berbangga hati karena produknya diakui dunia.

Pada Kamis, 19 Agustus, Menteri Pertanian Anton Apriyantono di Pendopo Kabupaten Tasikmalaya melepas ekspor perdana beras organik untuk pasar AS

Ekspor beras organik yang merupakan beras kualitas premium tersebut tidak hanya pertama bagi Kabupaten Tasikmalaya, namun juga bagi Indonesia, sehingga hal itu merupakan sebuah prestasi yang membanggakan.

Pada ekspor beras organik yang perdana ke AS tersebut, jumlahnya memang tidak terlalu besar, yakni baru 18 ton atau sekitar 1 peti kemas. Namun, sejumlah negara lain telah menunggu untuk mengimpornya seperti Malaysia, Hongkong, Singapura, bahkan Eropa.

Emily Sutanto, Direktur PT Bloom Agro, selaku eksportir beras organik produksi kelompok tani di Tasik itu, mengungkapkan, dalam waktu dekat pihaknya akan mengekspor kembali sebanyak 19 ton ke Malaysia.

"Untuk bisa menembus ke pasaran AS tidaklah gampang karena harus memenuhi standard impor mereka. Dengan keberhasilan ini artinya beras petani di sini telah memiliki kualitas tinggi," katanya.

Pengembangan padi organik dengan metode SRI di Tasikmalaya dirintis pada 2002, dan setahun kemudian dikembangkan di areal seluas 45 ha di 11 kecamatan.

Pada saat itu produktivitas tanaman baru sekitar 69,56 kuintal/ha atau produksi keseluruhan di Kabupaten Tasikmalaya sebanyak 313 ton.

Pengembangan padi organik yang dilakukan petani tersebut bukan tidak menemui hambatan, sebaliknya sejumlah kendala masih menghadang usaha pertanian tersebut.

Seperti diceritakan Syaeful Bachri, pemilikan lahan petani umumnya masih sangat rendah yakni hanya satu hektare, sementara itu harga jual beras organik juga masih disamakan dengan padi biasa.

"Kondisi tersebut mengakibatkan petani kurang bergairah mengembangkan padi organik," katanya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, para petani di kabupaten tersebut membentuk gabungan kelompok tani yang mewadahi 28 kelompok petani organik di delapan kecamatan.

Kemudian gabungan kelompok tani itu menjalin bekerjasama dengan PT Bloom Agro yang memberikan pembinaan kepada petani untuk menghasilkan beras kualitas bagus serta menjamin pemasaran produk mereka.

Alami peningkatan

Pelan namun pasti produktivitas dan produksi padi organik yang dihasilkan petani Tasikmalaya meningkat, dan pada 2008 secara total mencapai 25.802 ton dengan hasil per ha sebanyak 73,80 kuintal.

Selain itu luasan persawahan padi organik dengan metode SRI juga meningkat menjadi 5.074 ha tersebar di 39 kecamatan.

Hal itu tentu saja tidak terlepas dari harga jual beras organik yang menguntungkan dibanding beras biasa sehingga petani semakin bergairah menanamnya.

Kerjasama Gabungan Kelompok Tani Simpatik dengan PT Bloom Agrom menyepakati harga jual beras petani ke perusahaan tersebut sebesar Rp8000/kg. Beras biasa harganya berkisar Rp5000/kg.

Hasil kerjakeras dan perjuangan petani Tasikmalaya untuk memproduksi beras organik yang berkualitas tersebut akhirnya membuahkan hasil yakni dengan diterimanya sertifikat organik dari "Institute or Marketology" (IMO) Swis.

Dengan adanya sertifikat tersebut berarti telah ada pengakuan internasional bahwa kelompok tani itu sudah menerapkan sistem budidaya dan pengolahan beras dengan baik dan memperhatikan prinsip-prinsip efisiensi, keamanan pangan, serta keberlanjutan produktivitas lahan.

Dari 5.074 ha per tanaman padi organik tersebut, seluas 320,33 ha yang dikembangkan oleh 28 kelompok tani di 8 kecamatan berhasil mendapatkan sertifikat dari IMO.

Hal itu akan meningkatkan daya saing beras nasional, terlebih lagi tujuan pasar ekspornya adalah Amerika Serikat yang sangat ketat dalam penerapan mutu beras.

Kondisi tersebut diperkuat lagi dengan diperolehnya sertifikat "Fair Trade" oleh PT Bloom Agro atas kerjasama yang dibangun dengan Gabungan Kelompok Tani Simpatik.

Keberhasilan Simpatik memproduksi beras organik yang mampu menembus pasar ekspor AS tersebut oleh Bupati Tasikmalaya Tatang Farhanul Hakim dinilai sangat membanggakan.

"Ternyata orang Indonesia mampu meningkatkan kualitas hasil pertaniannya dan langsung dijual ke tingkat dunia," katanya.

Dengan keberhasilan tersebut Pemerintah Daerah Tasikmalaya pun berniat memperluas pengembangan areal pertanaman padi organik dari yang saat ini hanya 10 persen dari total lahan pertanian di wilayah tersebut.

Bahkan pada tahun yang sama, pemda setempat akan mengembangkan proyek percontohan pada areal seluas 800 ha di tiga kecamatan, yakni Tanjungjaya, Sukaraja, dan Manonjaya.

Tidak mengganggu

Dirut Perum Bulog Mustafa Abubakar menyatakan, ekspor beras organik yang dilakukan gabungan kelompok tani dari Tasikmalaya tersebut tidak akan mengganggu ketahanan pangan nasional.

Beras organik merupakan beras kelas premium dengan harga yang lebih tinggi dari beras kualitas medium sehingga konsumennya juga golongan tertentu.

Selain itu, saat ini ekspor beras premium maupun organik Indonesia masih jauh dari target yang ditetapkan sebesar 100 ribu ton.

"Sekarang ini yang terpenuhi baru 10 ribu ton sedangkan targetnya sebanyak 100 ribu ton," katanya.

Tak hanya harga yang lebih tinggi dari harga beras medium, dalam kondisi perberasan dunian saat ini ekspor beras premium dinilai lebih menguntungkan karena harganya yang kompetitif dibanding jika mengekspor beras medium.

Selain itu beras kualitas premium umumnya memiliki kekhasan di setiap negara sehingga tidak akan bisa ditiru oleh negara lain, termasuk beras organik yang diekspor dari Tasikmalaya.

"Ekspor perdana ini merupakan tonggak sejarah Indonesia mampu mengekspor beras organik berserfikat," kata Mentan Anton Apriyantono.

Pengembangan beras organik dengan sistem SRI di masa mendatang, menurut Anton, sangat penting dalam memenuhi tuntutan akan pangan bermutu, sehat, dan aman.

Pertanian organik tidak saja menguntungkan petani karena harga produknya yang lebih tinggi dibanding beras non-organik, namun juga berdampak baik terhadap lingkungan dan keamanan atau kesehatan bagi konsumen penggunanya.

Terlebih lagi, lanjut Mentan, sistem pertanian yang dilaksanakan petani beras organik Tasikmalaya menggunakan sistem SRI yang sangat hemat agroinput dan terbukti dapat meningkatkan produktivitas.

"Kerjasama antara petani, swasta dan pemerintah daerah Tasikmalaya dalam upaya memenuhi tuntutan pasar internasional itu diharapkan dapat dijadikan model pengembangan beras organik bersertifikat untuk pasar ekspor dan dapat dikembangkan di daerah lainnya," katanya.(*)
Editor: Aditia Maruli